Peningkatan Aktifitas Matahari Membantu Proses Pembersihan Sampah Antariksa
Perisitiwa meningkatnya aktifitas matahari seperti fenomena flare yang baru saja terjadi pada tanggal 23 Januari 2012 dapat menyebabkan lumpuhnya satelit yang berada dilingkungan antariksa bahkan dapat juga berdampak pada terganggunya jaringan listrik di bumi. Namun, disisi lain, peristiwa tersebut dapat juga membantu proses pembersihan sampah-sampah yang berada di lingkungan antariksa atau dikenal dengan istilah space debris.
Saat ini lebih dari jutaan sampah antariksa berada di sekitar bumi. Adanya satelit yang sudah tidak beroperasi serta sisa-sisa bagian roket peluncur satelit yang berada pada posisi “terjebak” pada orbit yang tidak tentu merupakan salah satu contoh sampah antariksa yang sewaktu-waktu dapat jatuh kebumi.
Informasi terkini yang diperoleh dari Nicholas Johnson, NASA's Orbital Debris Quarterly News, menyatakan bahwa peningkatan arus panas matahari dapat menyebabkan suhu diwilayah atmosfer atas bumi (thermosfer) juga meningkat secara tajam. Dengan kondisi tersebut, maka sampah antariksa yang berada diwilayah tersebut akan “dibersihkan” dari orbit bumi. “Secara umum peningkatan aktifitas matahari manyebabkan lebih banyak energi yang memasuki atmosfer bumi yang selanjutnya berdampak pada peningkatan panas dan meluasnya wilayah atmostfer tersebut”. Hal ini disampaikan oleh Johnson yang memiliki jabatan sebagai ketua peneliti pada kantor Johnson Space Center, NASA”s Orbital Debris Program, Houston. “Peningkatan tersebut terjadi di beberapa ketinggian tertentu. Oleh karena itu dapat menyebabakan objek sampah antariksa tertarik dari orbitnya dan menyebabkan jatuh ke wilayah orbit yang lebih rendah” ungkap Johnson melalui email.
Sampah Antariksa seolah-olah tersiram menuju saluran pembuangan.
Pada tahun 2007 pemerintah China secara sengaja menghancurkan satelit cuaca Fengyun-1C sebagai langkah uji coba teknologi anti satelit yang dimiliki. Akibat peristiwa tersebut, NASA memperkirakan setidaknya sekitar 6 persen dari 3,218 daftar potongan sampah antariksa dari satelit Fengyun-1C telah memasuki wilayah atmosfer bumi. Setengah dari sampah antariksa tersebut telah dihancurkan sejak setahun lalu, seiring dengan aktifitas matahari yang menuju puncak siklusnya yang diperkirakan terjadi pada tahun 2013. Secara keseluruhan , lebih dari 100 ton meter persegi dari sampah antariksa telah dihancurkan pada tahun-tahun yang lampau. Mayoritas sampah antariksa tersebut secara cepat atau lambat akan memasuki wilayah atmosfer bumi. Proses peristiwa tersebut akan lebih cepat terjadi akibat adanya peningkatan aktifitas matahari.
Gambar 2. Gambar yang diperoleh setelah terjadinya tabrakan antara satelit COSMOS 954 milik rusia dengan Satelit Iridium milik amerika serikat pada tanggal 10 Januari 2009. (sumber : http://news.nationalgeographic.com/news/2009/02/photogalleries/satellite-collision-pictures/photo4.html)
Objek dengan kondisi yang rentan akan lebih dahulu mengalami peristiwa tersebut seperti proses pembuangan benda melalui saluran air” kata johnson menambahkan. Saat objek tersebut jatuh dari angkasa, maka sebelum menyentuh permukaan bumi benda tersebut akan terlebih dahulu hancur. Namun untuk objek lainnya yang cukup besar, objek tersebut dapat sampai ke bumi dan hal ini dapat menimbulkan ancaman bagi kehidupan bumi. Tahun lalu, menurut johnson, terdapat 17 benda antariksa dan 8 badan roket yang jatuh ke Bumi karena tidak dapat dikendalikan, termasuk 2 benda antariksa dan sebuah badan roket yang diluncurkan pada tahun 1960-an.
Johnson memperkirakan bahwa efek matahari pada lapisan thermosfer akan terjadi pada tahun terjadinya puncak aktifitas matahari. Namun, peningkatan ektrim pada lapisan atmoser yang juga berdampak pada sampah antriksa akan menurun secara drastis pula sesaat setelah kejadian tersebut.
Lubang Hitam Pada Galaksi Bima Sakti Dapat Menyedot Asteroid
Sumber : National Geographics
Gambar 1. Ilustrasi kumpulan asteroid disekitar lubang hitam
Berdasarkan
hasil penelitian terbaru, lubang hitam (black
hole) memiliki sifat dapat menyedot
asteroid yang berada disekitarnya. Hal ini terindikasi dari terlihatnya flare
sinar x disekitar lubang hitam yang diamati oleh para astronom dari pusat
pemantauan NASA (NASA’s Chandra X-ray Observatory) yang telah berdiri sejak
tahun 1999. Dalam satu hari, durasi fenomena kejadian flare dapat terjadi
setiap jam dan memiliki intesitas cahaya yang lebih terang seratus kali dari rata-rata
persitiwa flare pada umumnya.
Saat ini,
sebuah tim astronomi yang dipimpin oleh Kastyis Zubovas dari Universitas
Leicester, Inggris, berpendapat bahwa peristiwa flare tersebut berkaitan dengan
pergerakan asteroid yang menuju wilayah
lubang hitam sehingga tertarik kedalam medan gravitasi lubang hitam. Berdasarkan
perhitungan model komputer dengan menggunakan data yang diperoleh dari observatorium
Chandra, terlihat adanya kemungkinan kumpulan jutaan asteroid yang berada di wilayah orbit Bintang A Sagitarius dengan
jarak sekitar 160 Juta Kilometer dari tepi piringan lubang hitam.
Seiring
dengan terganggunya orbit asteroid akibat gravitasi lubang hitam, kumpulan asteroid
tersebut akan masuk kedalam dan seolah-olah robek sebagian akibat gaya pasut
yang terjadi. Batuan asteroid tersebut kemudian bertemu dengan gas panas seiring
penambahan luas cakram lubang hitam dan penguapan yang terjadi. Hal ini serupa
dengan peristiwa yang terjadi pada saat meteor memasuki wilayah atmosfer bumi. Saat
peristiwa tersebut terjadi, maka pengamatan dari bumi akan menunjukkan adanya
fenomena flare dengan tingkat radiasi yang tinggi.
Sangatlah
mungkin bebatuan asteroid yang berada dekat disekitar bintang tertarik secara
paksa. Hal ini disampaikan oleh Peter Edmonds, astronomi pada Chandra X-ray
Center, Massachusetts, yang menyatakan bahwa kumpulan asteroid dalam sebuah
sistem tata surya dapat tertarik kedalam lingkungan yang berada disekitar
wilayah lubang hitam. Tim peneliti
memperkirakan bahwa asteroid dengan
lebar minimum 10 km lah yang dapat
menciptakan efek flare besar dari pengamatan yang dilakukan di permukaan bumi.
Namun, dengan jumlah objek yang mencapai jutaan pada sebuah kumpulan asteroid,
dapat diasumsikan bahwa asteroid yang memiliki ukuran lebih kecil juga
mengalami hal serupa dan rutin, namun lebih redup bila dibandingkan dengan
peristiwa flare. Peristiwa tersebut diperkirakan bukanlah peristiwa yang baru,
namun telah terjadi pada waktu yang cukup panjang. Asumsi tersebut didukung
oleh adanya efek “gema cahaya” yang terlihat disekitar lubang hitam.
Gambar 2. Citra X-Ray Bintang A
Sagittarius (F. Baganoff et al, MIT/CXC/NASA.)
Peristiwa flare
yang terjadi diwaktu lampau, khususnya yang besar akibat peristiwa tertariknya
planet kedalam lubang hitam, dapat menciptakan emisi yang beresonansi pada area
gas dan debu disekitarnya yang mengindikasikan terjadinya peristiwa flare selama
ratusan tahun. Bahkan saat ini, menurut edmond, bintang A sagittarius juga tidak
menunjukan adanya penurunan fenomena tersebut.
Apakah Tumbukan Asteroid Besar penyebab keanehan Medan Magnet pada Bulan?
Artikel ini dikutip dari : http://news.nationalgeographic.com/news
Yang ditulis oleh : Rachel Kaufman
Diterjemahkan dan modifikasi oleh : Varuliantor Dear
Gambar 1. Ilustrasi Medan Magnet Bulan
Tidak seperti Bumi, Bulan tidak memiliki medan magnet global, akan tetapi
potongan-potongan dari permukaan satelit tersebut merupakan sebuah magnet.
Apakah yang menyebabkan hal itu dapat terjadi ?
Menurut Mark Wieczorek, -Direktur Penelitian Fiska Bumi, Paris-, hasil perhitungan
dengan model terbaru menunjukkan bahwa kehadiran “kantung-kantung” medan magnet
pada Bulan disebabkan oleh tumbukan asteroid yang terjadi sewaktu Bulan masih
memiliki medan magnet pada jutaan tahun yang lampau. Serupa dengan proses
bebatuan di Bumi yang mengakibatkan memiliki sifat magnet, pemanasan dan
pendinginan logam dalam sebuah batu akan menghasilkan medan magnet pada wilayah
Bulan. “Banyak meteor yang kita lihat di Bumi mengandung logam besi yang
berlimpah dan meteor tersebut memiliki sifat magnetis ratusan kali lebih besar dari
batuan yang ada di Bulan.” Wieczorek menambahkan.
Hal ini dapat menjelaskan apabila terdapat suatu wilayah di Bulan yang
memiliki material asteorid dalam jumlah yang banyak, akan menyebabkan anomali
magnet yang lebih kuat ratusan kali dibandingkan dengan wilayah lain di Bulan.
Perhitungan Menggunakan Model
Wieczorek bersama tim juga menemukan bahwa material yang memiliki medan
magnet terbanyak berada di bagian utara wilayah kutub selatan cekungan Aitken,
yang merupakan kawah terbesar di Bulan.
Dengan menggunakan simulasi pada model, dilakukan perhitungan dari
tumbukan asteroid menuju Bulan dengan besar asteroid mencapai 200 kilometer.
Dengan kecepatan yang cukup tinggi serta sudut tumbukan tertentu, tumbukan
tersebut akan menghasilkan endapan yang cukup besar pada tepian cekungan dari
kawah yang terbentuk. Sebuah asteorid dengan besar 200 km dan kecepatan 15
kilometer per detik pada sudut 45 derajat dapat menyebabkan terjadinya kawah
dengan lebar 1200 km. Bagian-bagian kecil dari asteroid bermagnet ini akan
mengendap pada tepian dari kawah yang dihasilkan tersebut.
Gambar 2. Foto salah satu bagian dari
permukaan Bulan (NASA)
Anomali Magent Pada Planet Lain
Studi yang dilakukan juga dapat menjelaskan tentang anomali magnet pada
planet lain yang berada di tata surya kita. Sebagai contoh, Planet Mars saat
ini tidak memiliki medan magnet, Namun, serupa dengan Bulan, Mars memiliki
medan magnet yang cukup kuat pada permukaannya. Bagian utara Planet Mars, yang merupakan
dataran rendah yang relatif baru, dapat mengandung sisa-sisa dari peristiwa
tumbukan besar yang pernah terjadi. Hal inilah yang menyebabkan anomali magnet
pada sekeliling cekungan.
Sementara itu, planet Mercuri memiliki medan magnet global, namun juga
menunjukkan bukti bekas terjadinya peristiwa tumbukan oleh asteroid. Hal ini
tidaklah mengejutkan bagi Wieczorek untuk mencari tahu apakah anomali magnet juga
terjadi pada permukaan planet Merkuri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar