KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI
SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF
Varuliantor Dear
Kelompok Penelitian Ionosfer
dan Propagasi Gelombang Radio
e-mail : varuliant@yahoo.com
Abstract
The Altitude of the
ionosphere layer, can affect the value of a reflected frequency. The presence of
the E layer ionosphere can act as an obstacle for the radio wave that travels between
transmitter and F layer. This condition will make the radio to change its working
frequency. From the result of a simulation, more far the distance of a circuit
communication, will make the working frequency also increase rapidly. For a
circuit with a distance up to 1000 km and the height of F layer ionosphere up
to 250 km, the working frequency that can be use when the E layer appears can
achieve up to 8.76 MHz. To adapt with the value of the working frequency, the
change of radio frequency as well as the license cannot be easy to done.
Without preparation of the instrument and the license, the communication will
not be complete to do. This situation is called the disturbance for HF radio
communication because the presence of the E layer.
Abstrak
Ketinggian lapisan ionosfer
mempengaruhi besarnya frekuensi yang dapat dipantulkan oleh lapisan Ionosfer. Munculnya lapisan E ionosfer yang
dapat menghalangi perambatan gelombang radio antara pemancar dengan lapisan F,
mengakibatkan perubahan frekuensi kerja suatu sirkit radio komunikasi. Dari
hasil simulasi yang dilakukan, semakin jauh jarak suatu sirkit komunikasi, maka
perubahan frekuensi kerja yang harus dilakukan akan semakin besar.Untuk jarak
sirkit komunikasi 1000 km dengan frekuensi vertikal (fv) 4 MHz dan ketinggian
lapisan E (h’E) 100 km serta ketinggian lapisan F(h’F) 250 km, frekuensi yang
harus di ubah pada saat munculnya lapisan E yang menghalangi perambatan
gelombang radio pada lapisan F mencapai 8,76MHz. Dengan perubahan sebesar itu,
penyesuaian perangkat maupun perijinan penggunaan frekuensi tidaklah mudah
dilakukan. Tanpa adanya kesiapan baik dari sisi perangkat maupun perijinan penggunaan
frekuensi, maka komunikasi radio tidak dapat dilakukan dan hal inilah yang
dapat dinyatakan sebagai gangguan komunikasi radio HF akibat kemunculan lapisan
E.
Kata Kunci : Ionosfer, Lapisan E, Gangguan Komunikasi Radio
- Pendahuluan
Frekuensi kerja
suatu sirkit komunikasi radio HF (High
Frequency) yang disarankan atau digunakan, pada umumnya mengacu pada besarnya
frekuensi gelombang radio yang dapat dipantulkan oleh lapisan F ionosfer. Hal
ini dikarenakan kehadiran lapisan F yang selalu ada setiap saat, baik itu di
siang hari maupun dimalam hari. Lapisan F berada pada rentang ketinggian 150-600
km dari permukaan bumi (Mcnamara, 1992 ).
Selain
lapisan F, lapisan ionosfer juga terdiri dari lapisan E yang dapat berfungsi
sebagai media pemantul gelombang radio. Ketinggian lapisan ini berada dibawah
ketinggian lapisan F, yakni pada ketinggian antara 80-150 km dari permukaan
bumi. Kemunculan lapisan E ini banyak
terjadi disiang hari, namun kadang kala lapisan ini muncul dimalam hari.
Kemunculan lapisan E dimalam hari dikenal sebagai kemunculan lapisan
E-Sporadis.
Kemunculan
lapisan E yang berada dibawah ketinggian lapisan F ionosfer dapat memberikan
dampak positif maupun negatif. Keuntungan yang diperoleh dari kemunculan
lapisan E adalah besarnya kerapatan elektron yang cukup tinggi dan perubahan ketinggian
yang lebih stabil. Hal ini berdampak pada keberhasilan komunikasi radio yang
berada pada rentang frekuensi yang lebih tinggi dan memiliki tingkat kejernihan
suara yang diterima lebih baik bila dibandingkan dengan pemantulan oleh lapisan
F (Suhartini, 2007). Lalu bagaimanakah kemunculan lapisan E dapat dinyatakan
sebagai sumber gangguan?, Pada makalah ini akan dibahas tentang dampak negatif yang
muncul akibat kehadiran lapisan E ionosfer yang dapat diidentifikasikan sebagai
sumber gangguan terhadap komunikasi radio HF.
- LANDASAN TEORI
Lapisan E
dapat di identifikasi melalui pembacaan hasil pengamatan lapisan ionosfer
menggunakan peralatan ionosonda yang dikenal sebagai ionogram. Pada gambar 2.1
terlihat kemunculan lapisan E dan F yang
diamati diatas SPD Tanjungsari pada tanggal 27 Mei 2003. Pada ionogram tersebut
terlihat lapisan E yang berada pada ketinggian antara 90 – 110km dengan
frekuensi maksimum 11,4 MHz.
Gambar 2-1. Identifikasi
kemunculan lapisan E melalui data ionogram
Beberapa
teori menyatakan bahwa mekanisme kemunculan lapisan E ionosfer dipicu oleh
adanya radiasi EUV dari matahari. Sedangkan mekanisme kemunculan lapisan E-sporadis
disebabkan oleh peristiwa windshear dan memiliki korelasi dengan
peristiwa hujan meteor (Jiyo et al, 2005).
Penentuan
nilai frekuensi yang dipantulkan oleh lapisan ionosfer dapat diperoleh dari
perhitungan sederhana dengan menggunakan metoda secant. Dalam persamaan metoda
secant dinyatakan bahwa faktor penentu nilai frekuensi yang dipantulkan oleh
lapisan ionosfer adalah ; jarak (d), frekuensi kritis/frekuensi vertikal
(fo/fv), dan ketinggian (h) (Jiyo, 2009). Ilustrasi dan persamaan dari metoda secant ditunjukan
pada gambar 1-1 dan persamaan 1-1.
Gambar 1-1. Proses pemantulan frekuensi radio oleh lapisan
ionosfer
Dengan :
f = frekuensi sirkit komunikasi
radio
fo/fv = frekuensi kritis/ frekuensi vertikal lapisan ionosfer
d =
Jarak sirkit komunikasi mengikuti lengkung bumi
d’ = jarak semu sirkit komunikasi
h’ = ketinggian lapisan ionosfer
Tx = Stasiun Pemancar
Rx = Stasiun Penerima
R = Jari-jari bumi untuk equatorial (6380 km )
Bila
terjadi perubahan dari ketiga faktor
tersebut, maka dapat dipastikan frekuensi kerja suatu sirkit komunikasi radio,
yang dipantulkan secara miring (oblique),
akan mengalami perubahan. Apabila besarnya perubahan frekuensi kerja tersebut tidak
dapat disesuaikan karena ketidak mampuan peralatan dan melebihi dari batas
alokasi frekuensi yang boleh digunakan, maka komunikasi antar radio tidak dapat
dilakukan. Hal ini tentu saja dapat diartikan sebagai salah satu permasalahan
pada komunikasi radio atau gangguan bagi operator dan para pengguna radio
komunikasi.
Kemunculan
lapisan E sebagai sumber gangguan
terhadap komunikasi radio HF, dapat dilihat pada ionogram (gambar 3-1).
Pengaruh yang terjadi pada komunikasi menggunakan radio diilustrasikan pada
gambar 3-2. Pada ionogram terlihat bahwa jejak lapisan F tidak dapat terekam
oleh ionosonda akibat adanya lapisan E yang menghalangi. Peristiwa ini dikenal
sebagai Blanketing-E. Pada ilustrasi
gambar 3-2 terlihat bahwa terjadi penghalangan perambatan gelombang radio oleh
lapisan E, dimana perambatan gelombang radio seharusnya dipantulkan oleh
lapisan F. Peristiwa ini tentu saja dapat dinyatakan sebagai gangguan akibat berubahnya
lintasan perambatan gelombang radio secara seketika. Efek yang timbul pada
radio penerima adalah hilangnya sinyal dari stasiun pemancar, yang berarti
komunikasi terputus.
Gambar 3-1. Data
Ionogram yang menunjukan jejak lapisan F yang tertutup karena adanya lapisan E
Gambar 3-2. Ilustrasi terjadinya penghalangan perambatan
gelombang radio oleh lapisan E ionosfer
Berdasarkan
metoda secant, dinyatakan bahwa nilai frekuensi gelombang radio yang dapat
dipantulkan oleh lapisan ionosfer juga dipengaruhi oleh ketinggian lapisan
pemantul (h’). Oleh karena itu, perbedaan besar frekuensi kerja sirkit
komunikasi radio yang dipantulkan oleh lapisan F dan E, karena adanya perbedaan
ketinggian, dapat dinyatakan pada persamaan 3-1.
Dengan :
∆MOF = Selisih frekuensi oblique
fv = frekuensi yang dipantulkan secara
vertikal
d’ = Jarak semu sirkit komunikasi
h’F = ketinggian lapisan F
h’E = ketinggian lapisan E
Dengan diperolehnya
selisih frekuensi yang dipantulkan oleh lapisan E dan F ( ΔMOF), maka diketahui
besarnya nilai frekuensi yang harus diubah atau disesuaikan oleh pengguna
radio. Dari sisi perangkat, pengaturan nilai frekuensi kerja radio dapat
dilakukan, selama perangkat radio komunikasi dan antena yang digunakan sesuai
dengan besarnya frekuensi yang hendak digunakan. Namun, perubahan tersebut tidak serta merta dapat dilakukan, hal ini dikarenakan
adanya alokasi dan penggunaan frekuensi yang telah diatur, baik dalam skala
nasional maupun internasional. Peristiwa inilah yang kemudian dapat diartikan
sebagai dampak negatif kemunculan lapisan E sebagai gangguan komunikasi radio.
- Hasil dan pembahasan
Hasil
perhitungan besarnya nilai Maksimum Oblique Frequency (MOF) tiap-tiap lapisan dan
selisih frekuensi antara frekuensi yang dipantulkan oleh lapisan E dengan
lapisan F ionosfer disajikan pada tabel 4.1, dan 4.2, serta gambar 4-1, dan 4-2. Pada tabel 4.1 dan gambar 4-1, jarak
sirkit komunikasi diasumsikan berbeda-beda dengan nilai ketinggian lapisan E dan
F ionosfer tetap. Nilai frekuensi vertikal (fv) pada lapisan E dan F
diasumsikan sama, yaitu 4 MHz. Sedangkan pada tabel 4.2 dan gambar 4-2, Jarak
sirkit tetap, namun nilai fv lapisan E dan F berbeda-beda dan ketinggian
lapisan E dan F ionosfer tetap.
Tabel 4.1: Perhitungan besarnya MOF(F) dan MOF(E) untuk
jarak yang berubah-ubah
Jarak
(km)
|
h’F
(km)
|
h’E
(km)
|
fv
(MHz)
|
MOF F
(MHz)
|
MOF E
(MHz)
|
ΔMOF
(MHz)
|
200
|
250
|
100
|
4
|
4,306253244
|
5,634789169
|
1,166175181
|
300
|
250
|
100
|
4
|
4,656024889
|
7,12439871
|
2,140246039
|
400
|
250
|
100
|
4
|
5,097526521
|
8,726413964
|
3,113473943
|
500
|
250
|
100
|
4
|
5,602096166
|
10,33623876
|
4,026917682
|
600
|
250
|
100
|
4
|
6,14637195
|
11,89835837
|
4,858029972
|
700
|
250
|
100
|
4
|
6,712416389
|
13,38032901
|
5,597420835
|
800
|
250
|
100
|
4
|
7,286753555
|
14,76223332
|
6,24134604
|
900
|
250
|
100
|
4
|
7,859290393
|
16,03204131
|
6,789281653
|
1000
|
250
|
100
|
4
|
8,422438201
|
17,18326686
|
7,243023706
|
1100
|
250
|
100
|
4
|
8,97047008
|
18,21357199
|
7,606209134
|
1200
|
250
|
100
|
4
|
9,499068052
|
19,12379547
|
7,883934737
|
1300
|
250
|
100
|
4
|
10,00500498
|
19,91719744
|
8,082395361
|
1400
|
250
|
100
|
4
|
10,48591769
|
20,5988363
|
8,208535982
|
1500
|
250
|
100
|
4
|
10,94014069
|
21,17504447
|
8,269730363
|
1600
|
250
|
100
|
4
|
11,36658024
|
21,65298915
|
8,273499032
|
1700
|
250
|
100
|
4
|
11,76461553
|
22,04031032
|
8,227274553
|
1800
|
250
|
100
|
4
|
12,13401864
|
22,34482967
|
8,138216702
|
1900
|
250
|
100
|
4
|
12,47488776
|
22,57432339
|
8,013075915
|
2000
|
250
|
100
|
4
|
12,78759049
|
22,73635125
|
7,858100465
|
2100
|
250
|
100
|
4
|
13,0727148
|
22,83813372
|
7,678981218
|
2200
|
250
|
100
|
4
|
13,33102637
|
22,88646916
|
7,480827177
|
Gambar 4-1. Selisih frekuensi kerja radio yang dapat dipantulkan oleh lapisan F
dan E pada sirkit komunikasi yang sama
Hasil yang
ditunjukan pada gambar 4-1, terlihat bahwa perubahan selisih frekuensi kerja
mengikuti perubahan jarak sirkit komunikasi. Semakin jauh jarak sirkit
komunikasi, besarnya selisih frekuensi kerja akan semakin besar, namun besarnya
selisih frekuensi ini kembali menurun pada jarak lebih dari 1700 km.
Tabel 4-2: Perhitungan besarnya MOF E dan MOF F akibat
meningkatnya nilai fv
Jarak
(km)
|
h’E
(km)
|
h’F
(km)
|
fv
(MHz)
|
MOF E
(MHz)
|
MOF F
(MHz)
|
ΔMOF
(MHz)
|
500
|
100
|
200
|
2
|
5,168831384
|
3,154818649
|
2,014012735
|
500
|
100
|
200
|
2,2
|
5,685750001
|
3,470308392
|
2,215441609
|
500
|
100
|
200
|
2,4
|
6,202675057
|
3,785799564
|
2,416875492
|
500
|
100
|
200
|
2,6
|
6,719606548
|
4,101292166
|
2,618314383
|
500
|
100
|
200
|
2,8
|
7,236544473
|
4,416786195
|
2,819758278
|
500
|
100
|
200
|
3
|
7,753488829
|
4,732281653
|
3,021207176
|
500
|
100
|
200
|
3,2
|
8,270439612
|
5,047778537
|
3,222661075
|
500
|
100
|
200
|
3,4
|
8,787396819
|
5,363276848
|
3,424119972
|
500
|
100
|
200
|
3,6
|
9,304360449
|
5,678776584
|
3,625583865
|
500
|
100
|
200
|
3,8
|
9,821330497
|
5,994277746
|
3,827052751
|
500
|
100
|
200
|
4
|
10,33830696
|
6,309780332
|
4,02852663
|
500
|
100
|
200
|
4,2
|
10,85528984
|
6,625284342
|
4,230005497
|
500
|
100
|
200
|
4,4
|
11,37227913
|
6,940789775
|
4,431489352
|
500
|
100
|
200
|
4,6
|
11,88927482
|
7,25629663
|
4,632978192
|
500
|
100
|
200
|
4,8
|
12,40627692
|
7,571804907
|
4,834472015
|
500
|
100
|
200
|
5
|
12,92328542
|
7,887314605
|
5,035970818
|
500
|
100
|
200
|
5,2
|
13,44030032
|
8,202825724
|
5,2374746
|
500
|
100
|
200
|
5,4
|
13,95732162
|
8,518338263
|
5,438983358
|
500
|
100
|
200
|
5,6
|
14,47434931
|
8,833852221
|
5,64049709
|
500
|
100
|
200
|
5,8
|
14,99138339
|
9,149367597
|
5,842015794
|
500
|
100
|
200
|
6
|
15,50842386
|
9,464884392
|
6,043539467
|
Gambar 4-2. Besarnya selisih frekuensi terhadap perubahan fv dengan jarak sirkit
dan ketinggian lapisan yang tetap.
Dari hasil perhitungan yang
ditunjukan pada gambar 4-2, terlihat bahwa besarnya selisih frekuensi antara lapisan
E dan F, mengikuti perubahan frekuensi yang dipantulkan secara vertikal (fv)
lapisan ionosfer tersebut. Meningkatnya nilai frekuensi vertikal lapisan
ionosfer diikuti dengan kenaikan selisih frekuensi kerja radio.
Perubahan
ketinggian dari pemantulan gelombang radio oleh lapisan ionosfer yang terjadi karena
kemunculan dari lapisan E, mengakibatkan frekuensi kerja dari radio komunikasi
harus disesuaikan. Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin keberhasilan
pemantulan gelombang radio oleh lapisan ionosfer sehingga komunikasi masih
dapat terlaksana dengan baik.
Secara teknis perubahan frekuensi
kerja dalam sistem radio komunikasi tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Hal ini dibatasi bukan hanya oleh kemampuan perangkat saja, namun juga dibatasi
oleh aturan dalam skala nasional dan internasional. Disisi perangkat, kecocokan
antena dan radio pemancar dengan frekuensi kerja yang digunakan merupakan hal
yang perlu diperhatikan guna memastikan radio bekerja dengan baik. Disisi
peraturan, frekuensi kerja yang hendak digunakan harus berada dalam alokasi
frekuensi yang diijinkan. Bila kedua hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka dipastikan
radio tidak dapat bekerja, dan tentu saja akan menyebabkan komunikasi yang
harus dilakukan tidak dapat diwujudkan.
Kecocokan antara perangkat radio terhadap frekuensi kerja yang hendak
digunakan biasanya tertuju pada antena yang dimiliki. Dalam pita frekuensi HF,
antena yang digunakan umumnya adalah jenis antena dipole ½ λ. Antena dipole ½λ memiliki
dimensi yang cukup besar dengan ukuran
antena 0,5 kali dari panjang gelombang (λ) frekuensi kerja yang hendak
digunakan. Jenis antena ini sangat sederhana karena dalam pembuatannya cukup menggunakan kawat atau kabel yang berukuran 1/2
kali panjang gelombang yang dibentangkan berdasarkan arah radio penerima. Dengan
kondisi tersebut, bilamana pengguna radio menggunakan antena jenis dipole ½ λ
dan diharuskan untuk merubah frekuensi kerja akibat suatu hal, maka penyesuaian
antena ini merupakan salah satu bentuk permasalahan yang baru, dimana operator
radio harus menyesuaikan panjang elemen antena yang diperlukan. Pada prakteknya,
ternyata hal ini merupakan hal yang cukup sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh
; pada sirkit komunikasi yang memiliki jarak 1000km (tabel 4.1), besarnya selisih
frekuensi yang harus diubah mencapai 8,76 MHz. Bila frekuensi kerja awal suatu sirkit
komunikasi radio adalah 7,2 MHz, maka elemen antena yang disiapkan harus layak
bekerja untuk frekuensi 15,96MHz. Panjang elemen antena ini adalah 10 meter lebih pendek dari elemen antena
sebelumnya (persamaan 4-1).
Dengan :
ΔL = Selisih panjang elemen antena
c
= Cepat rambat cahaya
Penyesuaian antena ini masih mungkin dilakukan dengan cara
melakukan pemotongan kabel elemen antena, namun bila frekuensi kerja tersebut
sudah kembali normal, maka harus dilakukan kembali pemasangan kabel elemen
antena yang sesuai dengan frekuensi sebelumnya.
Bilamana operator
radio berencana untuk mewujudkan perubahan frekuensi kerja dengan cara yang lebih
mudah, dari sisi perangkat hal ini masih memungkinkan untuk dilakukan, yakni dengan
cara menggunakan jenis antena komersial yang memiliki bandwidth frekuensi yang lebih lebar seperti antena jenis folded dipole dengan frekuensi kerja
antara 3-30MHz. Akan tetapi disisi peraturan, perubahan nilai frekuensi kerja
yang digunakan juga harus diperhatikan. Pada dasarnya setiap pengoperasian
radio haruslah memiliki ijin penggunaan frekuensi kerja yang digunakan atau
dipilih. Selain itu, frekuensi kerja yang hendak digunakan atau dipilih, haruslah
merujuk pada alokasi frekuensi yang diijinkan. Tanpa ijin penggunaan frekuensi
dan alokasi frekuensi yang sesuai, maka komunikasi radio yang dilakukan akan
berdampak pada hal-hal yang kemungkinan bersifat merugikan pihak-pihak
tertentu. Sebagai contoh, bila radio harus bekerja pada frekuensi 8,85 MHz,
dimana pada frekuensi tersebut merupakan alokasi frekuensi khusus untuk
penerbangan, maka dapat dipastikan komunikasi penerbangan akan terganggu dan bisa
saja hal ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat akibat
terganggunya komunikasi pengarahan dari menara kendali pesawat.
Gambar 4-3. Cuplikan
Tabel alokasi frekuensi untuk penerbangan
Kemunculan
lapisan E dapat berdampak positif maupun negatif. Dampak negatif kemunculan
lapisan E adalah penghalangan perambatan atau pemantulan gelombang radio yang
seharusnya terjadi pada lapisan F. Pemantulan yang terjadi dilapisan E dapat
dinyatakan sebagai perubahan ketinggian dari lapisan pemantul gelombang radio
secara seketika.
Dengan
menggunakan metoda secant, terlihat bahwa perubahan ketinggian lapisan ionosfer
berdampak pada perubahan besarnya frekuensi
kerja dari sirkit radio komunikasi HF. Semakin jauh jarak sirkit radio
komunikasi, maka besarnya frekuensi yang harus diubah atau disesuaikan akan
semakin besar pula. Hal ini tentu saja akan menjadi permasalahan atau gangguan,
bilamana frekuensi yang dapat digunakan tidak dapat dipenuhi baik dari sisi
perangkat ataupun dari sisi perijinan. Disisi perangkat, radio dan antena harus
sesuai dengan frekuensi kerja. Sedangkan di sisi perijinan, ijin penggunaan
frekuensi dan alokasi yang diatur oleh lembaga nasional maupun internasional
harus sesuai dengan peruntukan penggunaannya. Tanpa memenuhi kedua hal tersebut
maka komunikasi menggunakan radio tidak akan dapat terlaksana.
Daftar Rujukan
Jiyo,
2009. Penentuan Frekuensi Maksimum Komunikasi Radio dan Sudut Elevasi Antena,
Majalah Sains Dirgantara, Vol. 4 No.1, halaman 25-30.
Jiyo, A
Gunawan Admiranto, G Wikantho, 2005. Peningkatan Kerapatan Elektron Lapisan
E-Sporadis diatas Tanjungsari dan Pamengpeuk pada saat terjadi badai meteor
Leonid Tahun 2001, Warta LAPAN, Vol. 7 No. 1,2, halaman 25-32.
Suhatini
S, 2007. Komunikasi Jarak Jauh menggunakan 2 Meteran, Berita Dirgantara, Vol. 8
No. 3, halaman 68-71.
McNamara,
L. F., 1992. The Ionosphere : Communications, Surveillance, and Direction
Finding, Kreiger Publishing Company, halaman 17-38 dan 39-49.
Penjelasan
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2000 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, http://www.indonesia.go.id/id/produk_uu/isi/pp2000/penjpp-53-00.html,
download Agustus 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar